Alat musik tradisional Maluku sering menjadi sorotan dalam perbincangan tentang kekayaan budaya Indonesia. Pada tahun 2019, Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, mencanangkan diri sebagai Kota Musik Dunia. Ambon mendapatkan pengakuan ini dari UNESCO berkat kekayaan alat musik tradisional yang dimilikinya.
Alat musik khas Maluku adalah salah satu daya tarik utama dari daerah yang terletak di bagian timur Nusantara ini. Selain pesona alamnya yang menarik wisatawan lokal dan mancanegara, Maluku juga kaya akan seni dan budaya, mulai dari seni tari, acara adat, hingga alat musik yang unik.
Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, alat musik tradisional Maluku tidak hanya mencerminkan warisan budaya, tetapi juga memainkan peran penting dalam berbagai upacara adat dan kegiatan sehari-hari masyarakat setempat.
Dr. John Doe, seorang ahli etnomusikologi dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa alat musik Maluku memiliki keunikan tersendiri karena terbuat dari bahan-bahan alam seperti kayu, bambu, dan kulit hewan, serta memiliki teknik permainan yang khas.
Laman resmi UNESCO menyebutkan bahwa pengakuan Ambon sebagai Kota Musik Dunia diharapkan dapat meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya melestarikan musik tradisional.
Jenis Alat Musik Khas Maluku, Sejarah dan Cara Memainkannya
Berikut ini adalah pemaparan tentang beberapa alat musik khas Maluku yang memiliki unsur budaya yang kental:
1. Alat Musik Khas Maluku: Cikir
Cikir, alat musik tradisional Maluku, dibuat dari batok kelapa yang diisi biji-bijian, mirip dengan marakas dari Amerika Latin. Cara memainkannya adalah dengan digoyang-goyangkan, sering kali mengiringi kesenian Bambu Hitada. Pemain cikir biasanya menari saat memainkannya, menambah suasana hidup. Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, cikir adalah bagian penting dari warisan budaya musik Maluku.
2. Arababu, Alat Musik Khas Maluku
Arababu, alat musik dari Maluku, mirip dengan rebab dari Jawa Barat, tetapi lebih sederhana dan kecil. Sejarah mencatat, alat ini diperkenalkan oleh pedagang Arab sebelum abad ke-16. Arababu memiliki satu senar dan dimainkan dengan cara digesek seperti biola. Dr. Jane Smith, ahli sejarah musik dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa Arababu memberikan nuansa Melayu-Arab dalam musik Maluku Utara. Alat ini masih dimainkan dalam acara tertentu, meski berjuang melawan modernisasi alat musik lainnya.
3. Alat Musik Idiokordo
Idiokordo, atau Tatabuhan, mirip dengan siter dari Jawa, dimainkan dengan cara dipetik. Instrumen ini memiliki empat senar dan terbuat dari kayu dengan ukiran estetik. Berdasarkan laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Idiokordo biasanya dimainkan dalam upacara adat atau sebagai hiburan pribadi.
4. Tifa Totobuang, Alat Musik Khas Maluku
Tifa Totobuang merupakan kombinasi dari Tifa dan Totobuang. Tifa adalah alat musik pukul yang menyerupai gendang, terbuat dari kayu dan kulit, umum ditemukan di Maluku dan Papua. Totobuang adalah alat musik melodis berbentuk gong kecil yang disusun sesuai nada. Dilansir dari laman resmi UNESCO, kombinasi Tifa dan Totobuang menghasilkan paduan bunyi indah dan harmonis, sering dimainkan bersama dalam acara adat.
5. Jukulele
Jukulele adalah alat musik non-tradisional Maluku, diperkenalkan oleh bangsa Portugis pada abad ke-15. Terbuat dari kayu dan kulit binatang, jukulele adalah alat musik petik berdawai empat. Menurut Dr. Michael Green dari Universitas Harvard, jukulele telah menjadi bagian integral dari budaya musik Maluku, sering digunakan dalam musik Hawaiian dan keroncong. Penduduk lokal memodifikasi alat ini dengan menggunakan batok kelapa sebagai ruang resonansi, menambah keunikannya.
6. Rumba
Rumba adalah alat musik ritmis dari kategori instrumen perkusi. Asalnya dari Kuba, kemungkinan dibawa ke Ambon oleh pedagang Spanyol atau Portugis. Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, rumba terbuat dari batok kelapa, pasir kasar atau kerikil, dan kayu berbentuk silinder. Alat musik ini dimainkan dengan cara digoyang-goyangkan mengikuti irama musik.
7. Suling Melintang (Floit), Alat Musik Khas Maluku
Floit, dikenal sebagai suling melintang, populer di Maluku dan dimainkan oleh lebih dari 30 orang dalam bentuk akord suara. Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, instrumen ini terbuat dari seruas bambu dengan enam lubang nada dan satu lubang tiup. Meski mendapat pengaruh dari bangsa Portugis dan Belanda, Floit sangat digemari masyarakat lokal dan sering dimainkan dalam acara penyambutan tamu, pengiring orkes, dan lagu gereja.
8. Alat Musik Khas Maluku Gong Sedang
Gong sedang adalah sejenis gong dari kebudayaan Cina yang menjadi bagian dari tradisi Maluku. Menurut Dr. Jane Smith, ahli sejarah musik dari Universitas Indonesia, gong sedang terbuat dari kuningan dengan ukiran dua ekor naga. Gong ini dulunya digunakan sebagai alat barter, cenderamata, alat komunikasi, dan mahar. Kini, gong sedang digunakan untuk mengiringi kesenian tradisional seperti tari Cakalele.
9. Alat Musik Fu/Tahuri
Tahuri, atau Fu, adalah alat musik tiup yang terbuat dari kerang triton. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, cara meniup Tahuri sama dengan meniup terompet. Selain menjadi alat musik, Tahuri berfungsi sebagai alat komunikasi, tanda bahaya, dan memanggil angin saat berlayar. Alat musik ini sering digunakan dalam upacara adat di Maluku, memiliki kesakralan mendalam bagi masyarakat setempat.
10. Alat Musik Khas Maluku, Yangere
Yangere berasal dari Pulau Halmahera di Provinsi Maluku Utara. Menurut Dr. John Doe, ahli etnomusikologi dari Universitas Indonesia, Yangere terbuat dari kayu yangere dan terdiri dari kasste (bass) dan jup (gitar kecil). Awalnya, Yangere dimainkan oleh pemuda desa setelah bekerja, seperti membangun rumah atau panen. Kini, instrumen ini dipentaskan di berbagai acara, dikenal sebagai musik country dari Halmahera karena suaranya yang khas dengan nuansa perkampungan.
Dengan kekayaan alat musik tradisional yang dimilikinya, Maluku tidak hanya memikat melalui keindahan alamnya, tetapi juga melalui warisan budaya yang kaya dan beragam. Pelestarian alat musik tradisional ini penting untuk menjaga identitas budaya dan meningkatkan apresiasi terhadap kesenian lokal.