Anak Kecil dan Idolanya (Tentang paradigma seorang gitaris)
Halo, jumpa lagi ! Udah lama ni gak nulis
uneg-uneg. Sebenarnya banyak ide yang ada di kepala tapi karena sibuk jadi gak
sempat tersalurkan. Berikut ini sedikit uneg-uneg sekaligus pelepas penat
dengan kesibukan yang mendera akhir-akhir ini. Semoga bermanfaat bagi kita
semua.
Imajinasi seorang bocah
Masih ingatkah kita ketika masih berumur
kira-kira 5 atau 6 tahun? Kerap kali kita ditanya seperti, “Besok kalau udah
besar mau jadi apa?” Entah itu dari para sanak saudara kita atau mungkin
guru-guru kita di sekolah atau mungkin tetangga di sekitar kita. Jawabannya tentu
beragam tergantung dengan apa yang lagi hangat-hangatnya di kepala kita atau
yang memukau pandangan kita tapi saya rasa tidak ada yang menjawab, “Aku pingin
jadi teroris !” atau “Aku ingin jadi PLAYBOY”…hahaha…
Menurut Piaget proses berpikir manusia yang terbagi ke dalam 4 periode, usia 5 atau 6 tahun berada pada periode Pra Operasi dimana anak berpikir tidak didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Anak juga juga terpaku kepada kontak langsung dengan lingkungannya. Itulah alasan mengapa ia menyebutkan ingin "menjadi seperti" tergantung apa yang sedang ngetrend pada saat itu
.
Seiring berjalannya waktu tentu kita semakin bisa menyadari dan berbicara pun sesuai dengan kenyataan yang ada dan mungkin dengan pandangan serta analisis yang mungkin membingungkan banyak orang bukan lagi berdasarkan daya khayal seperti ketika kita berumur 5 tahun tadi. Selanjutnya muncul pertanyaan apakah benar sekarang jawaban dari pertanyaan yang dulu pernah dilontarkan itu sudah terjawab saat ini? Tentu yang dulunya menjawab “Pengen menjadi astronot atau ilmuwan “ belum bisa terwujud kan? Nah, sebenarnya apa sih hubungan jawaban masa lalu dengan saat ini? Adakah kaitannya? Mari kita lihat.
Menurut Piaget proses berpikir manusia yang terbagi ke dalam 4 periode, usia 5 atau 6 tahun berada pada periode Pra Operasi dimana anak berpikir tidak didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Anak juga juga terpaku kepada kontak langsung dengan lingkungannya. Itulah alasan mengapa ia menyebutkan ingin "menjadi seperti" tergantung apa yang sedang ngetrend pada saat itu
.
Seiring berjalannya waktu tentu kita semakin bisa menyadari dan berbicara pun sesuai dengan kenyataan yang ada dan mungkin dengan pandangan serta analisis yang mungkin membingungkan banyak orang bukan lagi berdasarkan daya khayal seperti ketika kita berumur 5 tahun tadi. Selanjutnya muncul pertanyaan apakah benar sekarang jawaban dari pertanyaan yang dulu pernah dilontarkan itu sudah terjawab saat ini? Tentu yang dulunya menjawab “Pengen menjadi astronot atau ilmuwan “ belum bisa terwujud kan? Nah, sebenarnya apa sih hubungan jawaban masa lalu dengan saat ini? Adakah kaitannya? Mari kita lihat.
Hubungan imajinasi dengan pikiran rasional
Saya mencoba merefleksikan hal ini. Masa
kanak-kanak biasanya dipenuhi dengan imajinasi yang sangat kuat bahkan bisa
dibilang imajinasi inilah yang mendominasi pikiran kita, boleh dibilang kita
belum memiliki pikiran yang rasional tentang segala macam yang ada di
sekeliling kita. Kita menerima semua ini tanpa ada saringan, jadi tidak heran
kalau ada kasus anak yang meninggal gara-gara meniru adegan smackdown yang
dilihatnya. Mereka belum membedakan mana sih yang baik dan buruk.
Seiring
berkembangnya waktu dan kita juga dihadapkan pada bangku sekolah membuat
pikiran dan daya imajinasi kita lebih terarah dan imajinasi kita pun bercampur
dengan bermacam-macam fakta dan logika yang kita terima entah itu dari sekolah,
lingkungan rumah atau pergaulan dengan teman-teman kita. Selanjutnya setiap
perkataan kita pun berdasarkan realita kecuali anda suka berbohong.
Maksudnya kadang-kadang perkataan kita harus mampu dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini bukan berarti imajinasi kita hilang ditelan bumi, dia ada cuma mengendap atau membeku karena jarang digunakan karena tidak ada celah untuk bisa keluar atau karena kita didominasi oleh otak kiri yang biasanya berhubungan dengan logika saja.
Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah bagaimana melihat pandangan sebagian orang khususnya para gitaris pemula tentang hal ini. Mungkin sering kita mendengar ungkapan mereka seperti ungkapan anak kecil, “Aku ingin seperti…(nama idola mereka)”. Paradigma seperti ini adalah hal yang wajar bagi setiap pemula, bahkan gitaris professional pun masih ada kok yang berpendapat seperti ini. Apakah ini salah? Tentu saja tidak. Setiap orang pun jalannya masing-masing. Apakah yang ingin saya sampaikan di sini?
Ini BUKAN lalu mengklaim bahwa orang yang punya asumsi demikian seperti anak kecil bukan seperti itu. Albert Einstein pernah berkata, “Jadilah seperti anak kecil karena dengan menjadi anak kecil daya imajinasi kita tidak terbatas”. Tetapi ada poin penting lain yang mau saya tambahkan di sini, ketika anda berkata, “Aku ingin menjadi seperti…” selanjutnya anda harus menanamkan dalam diri anda bahwa “Aku pasti akan MELAMPAUI dia !” Hal ini penting, mengapa?
Sebuah afirmasi penting di tanamkan dalam diri kita supaya kita tidak berhenti di satu titik. Mungkin selama ini hal ini luput dari perhatian kita atau mungkin pikiran kita masih terkekang di zona aman karena mungkin juga punya asumsi bahwa musik dimainkan bukan dipikirkan. Alasan dari poin yang saya ungkapkan di atas adalah apabila kita sudah mempunyai jiwa kompetitif maka kita akan berusaha jauh lebih keras lagi supaya bisa “Melampaui” sang idola. Tentu saja dalam hal dengan berkaitan dengan makna yang positif, bersaing secara sehat.
Maksudnya kadang-kadang perkataan kita harus mampu dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini bukan berarti imajinasi kita hilang ditelan bumi, dia ada cuma mengendap atau membeku karena jarang digunakan karena tidak ada celah untuk bisa keluar atau karena kita didominasi oleh otak kiri yang biasanya berhubungan dengan logika saja.
Melampaui sang Idola
Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah bagaimana melihat pandangan sebagian orang khususnya para gitaris pemula tentang hal ini. Mungkin sering kita mendengar ungkapan mereka seperti ungkapan anak kecil, “Aku ingin seperti…(nama idola mereka)”. Paradigma seperti ini adalah hal yang wajar bagi setiap pemula, bahkan gitaris professional pun masih ada kok yang berpendapat seperti ini. Apakah ini salah? Tentu saja tidak. Setiap orang pun jalannya masing-masing. Apakah yang ingin saya sampaikan di sini?
Ini BUKAN lalu mengklaim bahwa orang yang punya asumsi demikian seperti anak kecil bukan seperti itu. Albert Einstein pernah berkata, “Jadilah seperti anak kecil karena dengan menjadi anak kecil daya imajinasi kita tidak terbatas”. Tetapi ada poin penting lain yang mau saya tambahkan di sini, ketika anda berkata, “Aku ingin menjadi seperti…” selanjutnya anda harus menanamkan dalam diri anda bahwa “Aku pasti akan MELAMPAUI dia !” Hal ini penting, mengapa?
Makna dari afirmasi
Sebuah afirmasi penting di tanamkan dalam diri kita supaya kita tidak berhenti di satu titik. Mungkin selama ini hal ini luput dari perhatian kita atau mungkin pikiran kita masih terkekang di zona aman karena mungkin juga punya asumsi bahwa musik dimainkan bukan dipikirkan. Alasan dari poin yang saya ungkapkan di atas adalah apabila kita sudah mempunyai jiwa kompetitif maka kita akan berusaha jauh lebih keras lagi supaya bisa “Melampaui” sang idola. Tentu saja dalam hal dengan berkaitan dengan makna yang positif, bersaing secara sehat.
Saya jadi teringat kata-kata Naruto, “Aku ingin
menjadi Hokage melampaui para pendahuluku !” Sebuah afirmasi yang kuat untuk
berusaha lebih keras untuk bisa melampaui pendahulunya.
Afirmasi tersebut secara tidak langsung akan menjadi penuntun kita. Ingat ada pepatah, “Bila ada kemauan pasti ada jalan” dan pepatah lain yang mengatakan “Banyak jalan menuju Roma” walaupun sampai di Roma, entah memerlukan waktu berapa lama tetapi intinya bila kita sudah punya target yang sedemikian rupa. Masalah berikutnya tinggal bagaimana kita memaksimalkan keyakinan kita tersebut menjadi realita di kemudian hari. So, tetaplah menjaga imajinasi masa kecil kita ditambah niat dan usaha di usia kita yang sekarang. Niscaya besok ada dari kita yang melampaui para pendahulu kita.
Afirmasi tersebut secara tidak langsung akan menjadi penuntun kita. Ingat ada pepatah, “Bila ada kemauan pasti ada jalan” dan pepatah lain yang mengatakan “Banyak jalan menuju Roma” walaupun sampai di Roma, entah memerlukan waktu berapa lama tetapi intinya bila kita sudah punya target yang sedemikian rupa. Masalah berikutnya tinggal bagaimana kita memaksimalkan keyakinan kita tersebut menjadi realita di kemudian hari. So, tetaplah menjaga imajinasi masa kecil kita ditambah niat dan usaha di usia kita yang sekarang. Niscaya besok ada dari kita yang melampaui para pendahulu kita.
Kesimpulan dari semua ini adalah tetaplah
memiliki imajinasi seperti anak kecil dan gunakan itu tidak hanya karena “Ingin
seperti” tetapi juga sekaligus “Ingin melampaui” idola kita. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mulai mengembangkan segala potensi yang kita punya
Salam gitaris ! Jrenggggg!!!!!!!!!!!!!