"My musical tastes don’t belong to any particular genre, the only requirement is that the musicians are proficient and the music meets the intent of the composer." (Chris Broderick)
Para metalhead pasti tidak asing dengan nama yang satu ini. Setelah hengkang dari Nevermore, ia hadir bersama Megadeth. Dia adalah Chris Alan Broderick atau sering dikenal dengan Chris Broderick adalah lead sekaligus rytem band heavy metal Megadeth. Kali ini Chris akan berbagi info dengan kita tentang tekniknya. Berikut rangkumannya yang di sadur dari guitarworld.com
Chris Broderick yang selama ini lekat
dengan nuansa heavy metalnya. Chris sendiri juga dikenal sebagai seorang
shredder yang menggunakan teknik pick-hand sweep-picking dan juga teknik tappingnya
yang sangat dashsyat. Dave mustaine bahkan memuji Chris sebagai “The greatest
guitar player Megadeth has ever had.” Pujian ini tidak berlebihan mengingat segala kapasitas yang dimilikinya.
Chris mulai bermain gitar ketika berumur 11 tahun. Dia menggemari
segala sesuatu yang berbau gitar, mulai dari metal, rock, fusion, jazz, klasik dan
country. Gitaris favoritnya pun sangat beragam mulai dari gitaris rock seperti Jason Becker , George Lynch, Grew Howe, John
Petrucci, Marty Friedman, Paul Gilbert,
gitaris Jazz seperti Django Reinhardt, Wes Montgomery, Allan Holdsworth dan
George Van Eps dan gitaris klasik seperti John Williams, Paco de Lucia,
Scott Tenant dan Pepe Romero.
Sempat bergabung selama 11 tahun bersama Jag Panzer (1997-2008)
dan sempat keluar masuk Nevermore yaitu tahun 2001-2003 dan 2006-2007, akhirnya
Chris berlabuh di group band terkemuka dunia MEGADETH.
Chris
mengungkapkan bahwa sebenarnya waktu SMP ia
adalah seorang atlet. Namun ketika liburan musim panas ia terlalu tidak menjaga pola makannya dan berpengaruh pada tubunya sehingga ia dikucilkan oleh teman-teman atletnya. Ia
kemudian bertemu seorang yang teman yang tidak peduli dengan kondisi badannya dan ternyata ia adalah seorang metalhead.
Ia kemudian mendapatkan gitar pertamanya pada umur 11 tahun,
dan gitar itu menurutnya sangat mengerikan tapi ia tidak peduli dengan hal itu
dan mengecat gitar itu dengan cat semprot sehingga terlihat seperti gitar
Eddie Van Halen.
Ia mengakui bahwa Eddie sebagai gitar hero pertamanya. “I loved to do all the
pick scrapes and simple repeated pull-offs to open strings,” ujarnya. Pilihan awal untuk bermain gitar membuat sesuatu perubahan besar dari kehidupan
sosialnya dan setelah ia memiliki gitar ia pun memilih untuk menjadi seorang
gitaris.
Ia sendiri mengaku permainannya berkembang ketika berada di
SMA. Ia juga mengambil pelajaran gitar klasik, gitar listrik, biola dan vocal setiap
minggu. Ia juga mengambil beberapa kursus di perguruan tinggi sementara ia masih di SMA sehingga ia
memiliki beban yang cukup berat.
Ironisnya ia hampir dikeluarkan dari sekolah karena terlalu fokus
bermain gitar. Ia sempat menemui ibunya dan mengatakan bahwa ia tidak ingin
sekolah dan hanya ingin bermain gitar. Tetapi ibunya melarang melakukan hal
itu, sehingga akhirnya ia tetap sekolah dan akhirnya menyadari bahwa bisa
melanjutkan ke sekolah musik. “I never realized that was possible. So I went to
University of Denver’s Lamont School of Music and majored in classical guitar
performance.”
Awalnya ia mengalami kesulitan mempelajari gitar klasik
karena ternyata konsep klasik yang ada sangat berbeda dari yang ia pikirkan. Ia
lebih memilih gitar listrik yang cara bermainnya condong seperti biola dan mengadaptasikannya
dalam melodi yang menggunakan string tunggal. Ya, perlu kita cermati bahwa
bermain gitar klasik adalah memadukan harmoni sehingga antara melodi dan rytem
itu menjadi satu kesatuan.
Ketika ia bermain dengan gitar elektrik, genre musik favoritnya
adalah metal, dan pada saat itu semua temannya ingin menjadi seperti Eddie Van Halen. Ia mendengar
salah satu lagu dari Eddie menggunakan tapping dan kemudian ia berpikir bahwa Eddie menggunakan kedua tangannya untuk menghasilkan nada pada gitarnya.
Setelah itu, ia mendengar permainan Yngwie, dan ia seperti mendapatkan sesuatu sampai ia mengatakan “Everything is Yngwie!” lalu ia mempelajari semua lagu Yngwie
yang ia bisa dan lagu dari gitaris lain seperti Jason Becker, Marty Friedman dan
Greg Howe. Ia juga mengagumi Scott Mishoe, yang menggunakan teknik slapping dan popping,
dan ia mengadopsi ke dalam sedikit permainannya. Seiring berjalannya waktu,
pengaruh musikalitasnya semakin luas,
dan dipengaruhi oleh musik flamenco dan gitaris seperti Paco De Lucia, Paco
Peña,dll.
Di perguruan tinggi ia juga menemukan influence baru dari music
country. Awalnya ia tidak begitu antusias dan mencari lebih jauh tentang music country
sebelum ia nama-nama seperti Chet Atkins dan Danny Gatton, ia pun terpikat. Saat
ini ia menyukai permainan dari Johnny Hiland.
Ia mengakui bahwa tidak punya pegangan tetap dalam gaya
bermain karena semakin ia tidak tahu sesuatu yang tidak diketahuinya maka
semakin buruk, sehingga perlu belajar dengan hal-hal yang berbeda seperti
teknik yang berbeda, style baru, dari gitaris yang lain.
Ia menceritakan ketika berumur antara 15 sampai 20 tahun, ketika
ia telah berlatih dengan scale, arpeggio, telah melakukan ini, melakukan
itu, ia menyadari tidak ada yang harus ia dilatih lagi. Kemudian ia menyadari bahwaa masih banyak yang
belum ia ketahui. Akhirnya ia sampai pada sebuah kesimpulan bahwa ia harus melakukan apa pun yang paling menarik minatnya. “Hopefully, you’ll
zigzag your way through the patterns of everything you want to learn.
Eventually, you’ll come full circle.”
Dengan jangkauan musik yang luas, ia menyarankan untuk
Anda harus fokus pada prioritas Anda dan hal beda dari yang ingin Anda pelajari. Menurutnya, memiliki keinginan adalah cara terbaik.
Lalu latihan seperti apa yang menjadi rutinitasnya sekarang?
Ia memulai latihan, fokus pada teknik slur dan legato dengan variasi yang berbeda. Lalu ia
mencoba menerapkannya dalam scale. Ia memainkannya bagian per bagian dan memilih
untuk menjaga keseimbangan kedua tangannya dan itu lebih penting daripada seberapa cepat ia
bermain. Sebab jika yang Anda pikirkan adalah speed, maka Anda akan
menemui kegagalan. "Trust me, I know," ujarnya.
Berikut ia menjelaskan bagaimana teknik pick-hand sweep-picking nya.
“I think of it as drawing a straight line from point A to point B, dragging the pick across the strings on an even plane. If it’s a small movement within one octave, I recommend a little bit of “wrist contraction,” meaning you should bend slightly at the wrist as you go across the strings. With larger sweeps across multiple octaves, I recommend keeping the wrist steady, and pulling or pushing the whole arm at once across all of the strings.
Sumber referensi Interview : Megadeth's Chris Broderick Talks Technique
“I think of it as drawing a straight line from point A to point B, dragging the pick across the strings on an even plane. If it’s a small movement within one octave, I recommend a little bit of “wrist contraction,” meaning you should bend slightly at the wrist as you go across the strings. With larger sweeps across multiple octaves, I recommend keeping the wrist steady, and pulling or pushing the whole arm at once across all of the strings.
The range of the wrist is actually pretty limited, so, for all of the tight/fast picking, I rock it back and forth, without moving my hand out of place. When I need to use a larger picking movement, I’ll move the entire arm so I can change the position of the pick to suit the movement across the strings."
Sumber referensi Interview : Megadeth's Chris Broderick Talks Technique