Manusia itu adalah makhluk yang unik, saking uniknya sampai tidak ada satu pun manusia yang sama bahkan untuk anak kembar sekalipun. Keunikan inilah yang kemudian memunculkan warna-warna yang indah. Bila pelangi dengan 7 cahayanya mampu membuat kita takjub apalagi bila setiap insan di bumi ini memancarkan warnanya bisa menjadi lukisan yang sangat-sangat indah.
Fakta
ini kadang-kadang tidak kita sadari sepenuhnya bahkan lucunya ada yang ingin mengubah
warnanya menjadi warna lain yang sebenarnya tidak mampu dilakukannya. Mungkin
ini bukanlah hal aneh karena manusia pada dasarnya tidak puas dengan dirinya
sendiri dan selalu mencoba menjadi sesuatu yang lain.
Sepenggal
introduksi di atas mau mengingatkan kita bagaimana hubungan kita dengan
lingkungan. Lalu apa hubungan pembahasan kali ini dengan dunia gitar?
Menarik
untuk dibahas adalah bagaimana kita melihat potensi dalam diri kita agar
keunikan serta warna yang ada dalam diri kita tidak hilang karena warna-warna dari luar tetapi membuat kita semakin berwarna dan menambah keunikannya.
Kemarin, ketika melihat komentar di forum facebook, aku mencoba merefleksikan sendiri
kira-kira makna apa yang terkandung di sana dan mencoba merangkumnya sendiri.
Ini mengenai apa itu potensi yang selama ini kita punya tetapi entah mengapa
potensi seperti mengendap begitu saja karena kita silau dengan potensi
orang lain.
Komentarnya
kira-kira begini. Joe Satriani menyadari potensi dari setiap muridnya dan
memaksimalkan potensi yang ada pada mereka sehingga potensi itu bisa dimaksimalkan dan menjadi
sebuah warna yang unik. Karena kenyataannya Joe sendiri tidak bisa menjadi seperti muridnya dan begitu pun sebaliknya. Joe,
seperti yang kita ketahui memiliki murid-murid yang mempunyai ciri khas
sendiri, sebut saja Steve Vai dan Kirk Hemmet. Dua-duanya didikan Joe tetapi
tidak ada yang terlihat copy pastenya Joe, mengapa? Karena Joe membuat mereka
menggali potensinya sendiri bukan membuat mereka mengikuti dirinya.
Melihat
fakta di atas pasti sedikit berbeda dengan yang terjadi di tempat kita. Banyak orang
berlomba-lomba untuk menjadi seperti mereka. Mengcopas permainannya bahkan lick-licknya. Aku tidak kenapa ini bisa terjadi
tetapi kalau menurut permenungan pribadiku, hal ini dipicu karena faktor ketidaktahuan.
Pertama ketidaktahuan terhadap teori dasar musik sehingga cenderung memperagakan dan mengcopas mentah-mentah apa yang sudah mereka mainkan. Ini cenderung membuat kita meniru dari apa yang kita lihat dan dengar daripada mencari tahu darimana asalnya. Padahal jika tahu
konsep yang mereka pakai, kita bisa menggunakannya bahkan berpeluang menemukan
sesuatu yang mungkin belum mereka temukan. Okey, tidak ada yang baru di dunia ini tetapi bukan berarti kita tidak punya alternatif pilihan salah satunya adalah dengan mengembangkan apa yang sudah ada. Mengembangkan memiliki arti yang berbeda dengan mengcopi.
Ketidaktahuan
yang kedua dipicu karena kurang bereksperimen. Lihatlah musik-musik Steve, ia
bereksperimen dengan banyak musik bahkan dengan musik India sampai China dan
mungkin suatu saat ia bereksperimen dengan salah musik tradisional Indonesia. Ketidaktahuan ini mungkin juga dikarenakan keterbatasan tetapi sekali lagi bukan jadi alasan, bahkan banyak ide kreatif tercipta dari keterbatasan. Keterbatasan membuat orang berpikir keras untuk keluar dari masalahnya sehingga muncul ide-ide brilian selama hal itu bukan berupa kecurangan.
Faktor
lain yang baru saja aku pikirkan adalah kurang fokus sehingga kurang menyadari kelebihan dan keunikan pada diri kita. Kita
tidak mencoba menggali potensi yang ada malah mencoba mengcopas permainan
mereka. Situasi ini di dukung dengan orang-orang di sekitar kita yang memberi apresiasi
lebih ketika kita berhasil meniru salah seorang gitaris papan atas dunia.
Padahal, para gitaris tersebut berusaha keras untuk menjadi dirinya sendiri dan terus menggali potensi mereka sejauh yang mereka mampu. Situasi seperti ini sebenarnya menjebak kita untuk berada di zona tersebut sehingga tanpa di sadari mempengaruhi kita.
Nah,
inilah yang bisa menjadi bahan koreksi kita bersama. Mungkin juga karena pola latihan kita
yang kurang tepat. Menurutku, itulah kenapa sekolah musik itu tidak fokus mengajarkan
dari nama tertentu tetapi lebih banyak ke konsep-konsep dasar agar kita
mempunyai kesempatan untuk mengmbangkannya sendiri. Aku memang bukan produk
sekolah musik tetapi menurut pemahamanku dan melihat berbagai macam video
tutorial dari gitaris papan atas yang notabane udah punya keunikan sendiri, aku
dapat mengambil kesimpulan sendiri bahwa mereka semua mengembangkan sendiri
konsep-konsep dasar yang ada. Misalnya John Petrucci, apapun scale yang ia
gunakan pasti tidak lepas dari teknik alternate pickingnya atau dengan kata
lain ia mengembangkan jangkauan scale yang luas tetapi tetap dengan akar
teknik yang sama.
Sekarang
pertanyaan besarnya adalah sejauh mana kita telah mengembangkan diri kita?
Apakah kita masih sibuk dengan urusan ini itu sehingga melupakan potensi yang ada?
Semoga
bermanfaat bagi kita semua.